Senin, 30 November 2009

Santri Luar Biasa; Santri Yang Bermanfaat [1]


Nabi Muhammad SAW dalam salah satu hadis pernah bersabda bahwa Khairunnasi, anfa’uhum lin-Nas yang bermakna bahwa manusia, dalam hal ini adalah santri, yang terbaik adalah yang bisa menebar manfaat bagi sesama. Sebagaimana yang pernah dikatakan oleh ahli bijak tentang pengabdian dan bakti pada sebuah negara; jangan pikirkan apa yang bisa negara berikan untukmu tapi pikirkanlah apa yang telah kamu berikan untuk negaramu.

Dalam hal ini, kisah hidup Muhammad Yunus yang saya nukil dengan berbagai perubahan dari buku Kubik Leadership mungkin bisa menjadi inspirasi bagi kita semua:

Namanya Muhammad Yunus. Ia hanya seorang dosen ekonomi berkebangsaan Bangladesh yang hidup dengan kesederhanaan. Kesederhanaan tersebutlah yang akhirnya mengantarkannya bertemu dengan seorang ibu bernama Sophia Begum yang sedang mengerjakan perkakas dari bambu. Ketika ditanya berapa penghasilannya, Yunus terkejut ketika mengetahui bahwa penghasilan ibu itu hanya dua sen per hari. Ibu itu menjelaskan bahwa dia tidak punya uang untuk membeli bahan baku. Karena itulah ia akhirnya meminjam kepada seorang tengkulak yang kemudian membeli perkakas ini dengan harga yang sangat murah. Yunus kemudian bertanya tentang harga bahan baku tersebut, dan dengan tenang sang ibu menjawab, 20 sen.

Keesokan harinya, Yunus meminta para muridnya untuk mengadakan penelitian tentang jumlah orang yang berada di desa dan memiliki pekerjaan seperti ibu tadi. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa ada 42 orang. Setelah dihitung, ternyata untuk memodali 42 pekerja tersebut hanya membutuhkan 27 dolar saja. Yunus mengeluarkan uang dari sakunya dan menyuruh kepada murid-muridnya untuk meminjamkan uang tersebut kepada para pekerja bambu. Ia mengingatkan bahwa murid-muridnya untuk mengatakan kepada para pekerja bahwa uang tersebut hanyalah pinjaman, bukan pemberian, namun pengembaliannya boleh kapan pun mereka mau.

Tak lama setelah itu, masing-masing dari 42 orang yang dibantu tersebut mengembalikan pinjamannya dan menyampaikan rasa terima kasih yang luar biasa. Saat itulah muncul ide dalam benak Yunus untuk membantu lebih banyak orang lagi dengan cara meminta bank untuk memberikan pinjaman kepada orang-orang tersebut. Namun pihak bank menolak dengan alasan jumlah itu terlalu kecil dan pastinya mereka tidak akan membayar.

Karena tekad yang kuat untuk membantu orang banyak, Yunus akhirnya mengajukan pinjaman atas nama pribadi dan memberikan jaminan. Uang pinjaman inilah yang nantinya akan ia gunakan untuk membantu para pekerja perkakas. Pihak bank akhirnya menyetujui sambil memberi peringatan kepada Yunus bahwa mereka tidak akan membayar. Dengan tenang pula Yunus menjawab, “Saya yang akan mengambil resiko bila terjadi hal demikian!”

Diluar dugaan, ternyata semua orang yang diberi pinjaman mengembalikan pinjaman itu kembali. Yunus akhirnya mengajukan pinjaman lebih banyak lagi untuk dapat membantu lebih banyak pekerja. Yunus mulai dari satu desa, kemudian berkembang menjadi sepuluh, kemudian lima puluh hingga seratus desa. Subhanallah!

Sebagai puncak, ia akhirnya mendirikan Grameen Bank pada tanggal 2 Agustus 1983 yang sampai saat ini, telah bekerja di 46.000 desa. Dan pada tahun 2006, ia akhirnya dinobatkan sebagai penerima Nobel Perdamaian dengan mengalahkan kandidat lain yaitu Presiden Finlandia Martti Ahtisaari.

Luar biasa bukan? Muhammad Yunus telah berhasil memberi manfaat bagi orang banyak. Mari memberi!

Senin, 23 November 2009

Merenggut Cinta Manusia

Apakah Anda ingin selalu menjadi orang yang dicintai? Inginkah Anda menjadi ‘lilin terang’ bagi setiap manusia? Atau, Anda ingin tahu apa saja penyebab yang membuat orang bisa tak mencintai Anda lagi? Buku yang diterjemahkan oleh Ahmad Zuhri Rangkuti, alumni Pondok Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan dari kitab “Kaifa Taj’alun an-Nasaa Yuhibbunaka” karya Ahmad Mahmud Faraj ini menjadi jawaban atas rentetan pertanyaan, bagaimana trik agar selalu dicintai manusia, baik pria maupun wanita.

Jika ditanya kepada setiap pribadi manusia, tak seorang pun akan bertutur kalau harta benda yang dimiliki sepadan dengan cinta. Bahkan, dalam Islam, cinta kepada manusia menjadi tolak ukur cinta kepada Allah SWT. Lebih jauh lagi, Rasulullah SAW menjadikan mencintai saudara sebagaimana mencintai diri sendiri sebagai salah satu kewajiban seorang muslim terhadap saudaranya yang berjumlah enam perkara.

Namun, untuk meraih cinta manusia, selayaknya janganlah membuat kita gamang dalam menyelaraskan dan menyeimbangkan antara kepentingan dunia dan agama. Jangan sampai dalam rangka merenggut cinta manusia kita berada dalam tekanan. Ibarat memakan buah simalakama, di satu sisi kita takut kepada Allah dan sisi lain kita takut kehilangan cinta manusia. Karena itulah, Ahmad Mahmud Faraj, dalam buku ini, membekali kita tentang tata cara merenggut cinta manusia dengan tiga hal. Ketiga hal tersebut dibahas dalam bab per bab. Pertama, tips praktis merenggut rasa cinta; Kedua, Alasan mengapa kita dijauhi orang? Dan Ketiga, petuah dan nasehat dalam bergaul dengan orang lain.

Jika dirujuk histori buku, penulis, Ahmad Mahmud Faraj, merasa ‘gerah’ ketika melihat banyaknya orang mukmin yang kerap menjadikan barat dalam rujukan berinteraksi dengan sesama manusia. Padahal, diakui atau tidak, kebanyakan orang barat dalam berinteraksi kerap bersandar pada asas ‘kepentingan material’ sebagai tolak ukur. Hal inilah yang menyebabkan meluapnya rasa dengki dan kemunafikan, lantaran sisi emosional yang dimiliki cukup lemah, baik dari rasa simpati, cinta, kepercayaan dan menepati janji.

Tak hanya itu, penulis juga menilai bahwa orang-orang Barat kerap beranggapan dan berpikiran bahwa kunci keberhasilan dan kemajuan sebuah peradaban adalah dengan meninggalkan agama. Sampai-sampai tidak sedikit di antara mereka yang berpendirian bahwa agama adalah candu bagi manusia. Karena tercatat dalam sejarah, penemuan-penemuan besar di Eropa terjadi setelah masa ‘pembebasan diri dari kekangan gereja’ dan di awal revolusi industri. Inilah yang mengubah sisi kehidupan kemanusiaan mereka sehingga kerap berasumsi bahwa jauh dari agama akan membuahkan kemajuan.

Dalam islam, melupakan agama dalam meraih kesuksesan adalah salah besar. Karena itu, penulis berusaha menggali kitab-kitab klasik Islam yang mengupas ruang interaksi sesama manusia. Ketika berhasil menemukannya, penulis menilainya sebagai ‘harta karun’ tiada tara. Karena harta itu digali dari sabda-sabda para nabi dan sabda Rasulullah Saw, para sahabat dan ta’biin. Tak hanya itu, ada juga hikmah-hikmah yang dilontarkan dari lisan para pembesar dan pemuka umat yang menghiasi isi buku ini. Karena, menurut penulis, satu patah yang keluar dari lisan mereka laksana sebatang emas murni.

Voucher Cinta

“Jadikan diri Anda sebagai ‘gula pertama’ untuk menarik rasa simpati dan rasa cinta orang kepada Anda!’. Itulah salah satu pesan Ibnul Qayyim al-Jauziyah yang dikutip oleh penulis. Apa yang dikatakan Ibnul Qayyim adalah dasar dalam berinteraksi antara sesama manusia. Dalam berinteraksi kita harus menunjukkan jati diri. Artinya, tidak usah menunjukkan kemampuan-kemampuan yang di luar kesanggupan diri. Jika ingin berharap, tetaplah kepada Allah SWT, karena jika berharap dengan manusia kelak akan dapat membuat kesalahpahaman yang akan menyinggung hak-hak pribadi (haqqul adami). Alih-alih mau mendapatkan cinta malah berubah mendapatkan kebencian. Maka tepat sekali apa yang dikatakan Ali bin Abi Thalib, “pergaulilah orang-orang mukmin dengan hatimu, dan pergaulilah orang yang bejat (berdosa) dengan akhlakmu”(hal. 15).

Maka, jika ingin dicintai orang lain hendaklah terlebih dahulu menyukai dan mencintai diri sendiri. Manakala mencintai diri sendiri dapat dilakukan, tentunya cinta kepada Allah pun dapat diraih. Jika itu sudah terjadi, ketaatan kepada Allah akan memperbaiki jiwa dan tubuh kita, dan secara otomatis pula, cinta manusia akan mudah diraih. “Karena seberapa besar cintamu kepada Allah, segitulah manusia cinta manusia kepadamu. Sejauhmana ketakutanmu kepada Allah, sejauh itu pula keseganan manusia terhadapmu. Sebanyak apa kesibukanmu dengan Allah, segitulah manusia peduli dengan dirimu,” ujar al-Mughirah bin Syu’bah.

Yang tak kalah penting dalam meraih voucher cinta manusia adalah tetap menjadikan pesan Allah SWT yang disampaikan kepada Nabi Daud as sebagai acuan. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Nabi Daud as berkata, “Ya rabb, bagaimana caranya agar aku dapat dicintai oleh semua orang? Dan agar aku bisa menyampaikan seluruh ilmu yang ada padaku dan yang engkau sampaikan kepadaku? Allah SWT. berfirman, “Bergaullah dengan orang-orang dengan akhlak mereka dan perbaiki apa yang ada antara-Ku dengan dirimu. Inilah yang menjadi dasar dalam bergaul. Hendaklah dihiasi dengan sikap ridho dan rendah hati. Karena untuk sekedar berkenalan adalah hal yang mudah. Janganlah bersikap terlalu ‘manis’, karena bisa dimakan oleh kenalan. Dan jangan pula bersikap terlalu pahit, karena itu akan menjadikan kita sebagai bahan perbincangan.

Sehingga, dalam menjalih persahabatan dengan orang lain layak diniatkan dan ditetapkan pada ‘mata hati’ bahwa Anda akan menjadi sahabatnya untuk selama-lamanya. Jangan pernah terlintas di benak Anda untuk memutuskan tali persahabatann suatu waktu. Karena pesan ahli hikmah mengatakan, “Tahanlah dirimu, jangan diberi jalan untuk memutuskan tali persaudaraan meski perilaku sahabatmu itu tidak menyenangkanmu. Persahabatan amat terkait dengan kehormatan dan kepribadianmu”. Klimaksnya, agar kita kerap mendapatkan voucher cinta hendaklah selalu menebarkan kedamaian melalui salam dan aktif menolong mereka tanpa mengaharapkan balasan yang setimpal.

Virus Perusak Cinta

Ketika perkenalan dan keakraban sudah terbina, jangan sampai digerogoti oleh virus-virus perusak. Kalau sudah terjangkit, sangat mungkin rasa kebersamaan yang dibina bisa berubah menjadi kebencian. Inilah dasar penulis kenapa mendahulukan tips merenggut cinta dari penyebab-penyebab yang dapat membuat orang menjauhi kita. Menurut penulis, ada enam sifat yang bisa merusak kebersamaan: ghibah dan namimah, berbohong, marah, dengki dan iri hati, sombong dan berbuat zhalim.

Enam potensi perusak di atas dibahas penulis dalam bagian-bagiannya tersendiri, bahkan diiringi dengan terapi dan langkah untuk menjauhinya. Berbohong misalnya, dalam pandangan penulis, ada empat sebab yang membuat manusia suka berbohong: 1) ingin mendapatkan keuntungan pribadi dan terhindar dari kerugian, 2) untuk mencari simpati dan memberi kesan indah dalam berbicara, 3) ingin bebas dari musuhnya, dengan cara melontarkan kejelekan-kejelekan yang direkayasa, 4) sudah menjadi tabiatnya.

Untuk menterapinya, penulis menyuguhkan firman Allah SWT, “Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah pembohong.” (QS. An-Nahl: 105). Dengan memahami firman Allah di atas, sudah menjadi bukti bahwa orang yang berbohong adalah orang yang tidak percaya pada ayat-ayat Allah. Sehingga pantas jika Hasan bin Ali bin Abi Thalib mengomentari kebohongan dengan berujar,”Tinggalkan apa yang meragukanmu dan lakukan hal yang tidak merugikanmu. Sesungguhnya dalam kejujuran terdapat ketengan sedangkan dalam kebohongan terdapat keraguan.” (hal. 174)

Pelengkap Cinta

Setelah menguraikan tips mendapatkan cinta manusia dan membeberkan penyebab orang lain membenci kita, penulis pun menutup bahasannya dengan memaktubkan petuah dan nasehat dalam bergaul dengan orang lain sebagai pelengkap dalam meraih cinta manusia. Salah satunya nasehat Ali bin Abi Thalib kepada anaknya, “Wahai anakku, ayah mewasiatkan kepadamu: Bertakwalah selalu kepada Allah, dengan batin dan lahirmu, berkatalah dengan haq (benar), baik dalam keadaan ridha atau marah, berhemat, baik waktu banyak uang bahkan saat miskin, berlaku adil saat beraktivitas dan ketika istirahat, ridha dengan kehendak Allah SWT dalam kesempitan dan ketenangan.

Akhirnya, buku ini sungguh layak dibaca oleh semua kalangan, baik muda maupun tua. Karena apa yang diterangkan penulis dalam buku ini memang menjadi dasar agar kita selalu dicintai oleh orang lain. Bahkan, dengan mengaktualisasikan pesan-pesan buku ini kiat akan terbentuk menjadi perilaku masyarakat yang kerap menyebarkan pesona indah rasa cinta dan kasih sayang kepada semua elemen masyarakat.

Judul : Menjadi Orang yang Dicintai

Judul Asli : Kaifa Taj’alu an-Nasa Yuhibbunaka

Penulis : Ahmad Mahmud Faraj

Penerjemah : Ahmad Zuhri Rangkuti

Penerbit : Khatulistiwa Press

Cetakan : I, Februari 2009

Tebal : xiv + 263 halaman

Rahmat Hidayat Nasution, Tenaga Edukatif di MTs Muallimin UNIVA Medan dan resentator di Tabloid Indonesia Monitor Jakarta