Mengapa saya berkesimpulan begitu?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, ada baiknya kita membaca tulisan M. Fauzil Adhim yang dikutip oleh Subhan Afifi dalam blognya. Tak ada banyak waktu untuk bercanda. Sekarang, gerakkanlah penamu dan ubahlah dunia melalui kata. Ingatlah, negara Yahudi Raya yang kejam itu, berdiri hanya karena sebuah buku tipis dan satu novel menggugah. Ditulis oleh Theodore Herzl, dua buku itu mengharu biru manusia-manusia Yahudi sehingga mereka menyatukan langkah dalam meraih cita-cita yang sama : sebuah negara Yahudi yang kelak bernama Israel. Hari ini mimpi yang bermula dari buku tipis itu telah terwujud. Lalu apakah yang sudah kita lakukan untuk menggerakkan jiwa manusia kepada sebuah cita-cita besar ?
Selanjutnya Subhan Afifi berkomentar seperti ini. Membangun sebuah peradaban tak cukup hanya dengan seminar dan diskusi. Perlu upaya kongkrit tanpa harus menunggu hari esok. Menulis adalah salah satu upaya “kecil” untuk cita-cita “besar”.
Itulah pentingnya menulis. Menulis dapat membangun sebuah peradaban. Dan peradaban yang paling maju dapat dilihat dari maju tidaknya dunia kepenulisan dalam daerah tersebut. Berikut data tentang penerbitan buku di beberapa daerah yang saya dengar dari Awod Said, pengurus pusat IKAPI, ketika mengikuti seminar sehari tentang “Meningkatkan Kesadaran Hak Cipta”.
“Indonesia dengan jumlah penduduk 220 juta jiwa, dalam setahun menerbitkan 12.000 judul buku baru. Berbanding jauh dengan Malaysia yang mampu menerbitkan 9.000 judul buku baru hanya dengan 24 juta penduduk. Sedangkan di Jepang, dalam setahun dapat menerbitkan 70.000 judul buku baru. Lebih tinggi dibanding Korea yang mampu menerbitkan 40.000 judul buku baru dalam setahunnya. Begitu pula dengan Prancis yang menerbitkan 50.000 judul buku baru dalam per tahun.”
Santri juga harus menulis?
O ya, tentu. Sebagaimana artikel sebelumnya, saya hanya ingin menekankan bahwa saat ini perang pemikiran sedang gencar-gencarnya. Oleh karena itulah, pemikiran-pemikiran santri sangat dibutuhkan untuk menangkal pergeseran-pergeseran nilai tersebut. Tulisan-tulisan santri sangat dicari dan dibutuhkan. Dan sebagai santri, tidak selayaknya kita mengabaikan hal tersebut.
Cobalah kita kembali membaca sejarah sebagaimana yang saya tulis pada tulisan sebelumnya. Begitu produktifnya para ulama kita dalam menulis. Dakwah, dalam pemahaman mereka, tidak cukup hanya dengan lisan saja (Dakwah bil Lisan), namun dibutuhkan juga dakwah dengan pena (Dakwah bil Qolam). Dengan tulisan kita berdakwah. Dengan tulisan kita berbagi. Dengan tulisan, mari kita majukan peradaban ini. Ingat, Menulis Itu Harus!
5 komentar:
Saya sepakat bahwa menulis adalah kewajiban. Belajar menulis berarti belajar memetakan persoalan dan gagasan dalam bentuk yang lebih konkrit dan linear. Itulah barangkali sebabnya kenapa kemudian Allah pernah bersumpah demi Nun wal Qalam dalam al-Qur'an. Bahkan al-Qalam (pena) dijadikan nama surat di dalamnya. Subhanallah!
thanks akh tuk tulisannya, semoga teman2 yang membaca artikel ini dapat tergerak untuk membangkitkan motivasinya dalam tulis menulis. oh yach akh, tuk lebih menekankan lagi...ane ada sebuah kata yang ane dapat dari seorang ulama mesir, tapi ane lupa siapa..., yang mengatakan
الحبر الضعيف اقوي من الذاكرة القوي" ,sebuah tinta yang buram yg digunakan untuk menulis, itu lebih baik dari pada sebuah ingatan yang kuat. nah itu membuktikan akan keistimewaan sebuah tulisan....
ok akh...trus berjuang, tuk memotivasi kawan yang lain, moga nantinya kita dapat mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu mengubah peradaban dengan menulis...dan menulis...
syukroon....!
Wallahu A'lam Bishowab.....
Terima kasih atas apresiasinya.. semoga tulisan ini dapat menjadi bacaan awal kita terhadap bacaan-bacaan lainnya..:D
Ma'af ustadz....
banyak tidaknya karya tulisan anak bangsa bukan sepenuhnya barometer kalau kita tertiggal,saya teringat kata2 Nurkholis Madjid [alm] ttg kenapa penulis kita agak enggan berkarya ?
beliau menjawab karna umumnya bangsa kita [Pemerintah dan Pembajak] agak kurang menghargai sebuah tulisan, sehingga banyak penulis handal kita yang lebih memilih menulis di luar negeri...
semoga bisa memberi pelajaran bagi kita untuk lebih menghargai sebuah karya tulis.
Syukran....
WaLLahu A'lamu Bishowab...
Jayalah Santri Indonesia.
Mas Sikumbang terima kasih atas infonya.. Sangat bermanfaat..
Afwan..:D
Posting Komentar