Senin, 09 November 2009

DICARI, TULISAN (BERWATAK) SANTRI!


Dunia tulis-menulis, akhir-akhir ini, menjadi dunia yang banjir dengan peminat. Apalagi dengan fasilitas informasi yang tersedia seperti facebook, twitter, blog, dan lain sebagainya, membuat semua elemen masyarakat ingin menjadi penulis. Komunikasi dengan penulis-penulis besar dan ternama, tak lagi kaku seperti dulu. Dengan facebook contohnya, kita dengan mudah menyapa para penulis-penulis besar. Baik dengan mengomentari statusnya, atau mengomentari catatannya.

Salah satu penulis besar yang sering saya komentari catatannya adalah Bambang Trim, seorang praktisi perbukuan. Dalam salah satu catatannya ia menuliskan seperti ini, “Harus ada generasi baru cendekia penulis dari kalangan santri; disentuh awal dengan sastra, lalu dibawa masuk dalam pikiran sistemik nonfiksi hingga kemudian dapat memberi makna pada semua susunan teks, baik fiksi, nonfiksi, maupun faksi. Baru kita kelak akan melihat Indonesia baru.

Melalui catatan tersebut, dalam benak saya tergambarkan impian Pak Bambang tersebut. Ia bermimpi akan muncul tulisan-tulisan para santri yang mempunyai tulisan yang berwatak santri pula. Ini penting mengingat banyak santri yang menulis bukan dengan watak santri. Hal itu pulalah yang pernah mendorong saya menuliskan sebuah artikel pendek di surat kabar Surya Surabaya dengan judul yang provokatif, Ayo Menulis Buku.

Dalam tulisan tersebut, saya bermimpi untuk menjadikan semua elemen pesantren dapat menulis. Bukan saja para kyai atau ustad, bahkan santri, karyawan, pekerja, dan mereka yang hidup di sekitar pesantren. Begitu pula dengan dunia penerbitan yang bersedia menyebarkan tulisan-tulisan asal pesantren tersebut. Berikut saya akan kutip kembali kata-kata yang menjadi impian saya tersebut.

Mari kita berandai-andai sejenak jika misalnya seluruh kyai pondok pesantren di Indonesia menuliskan ilmunya dan menerbitkannya dalam bentuk buku, saya dapat memperkirakan bahwa buku-buku yang diterbitkan oleh pesantren mampu bersaing dengan buku-buku yang diterbitkan oleh golongan non-pesantren baik kualitas maupun kuantitasnya.

Itu hanya jika kita berandai-andai seluruh kyai pondok pesantren yang menulis buku. Bila selanjutnya kita berandai-andai seluruh santri pondok tersebut menulis? Alumnus dan juga pengurus pondok pesantren ikutan menulis? Dapat dibayangkan bahwa dunia kepenulisan, baik dilihat dari kaca mata penulis maupun kaca mata penerbit, sangat-sangat menggiurkan.

Bagi penerbit, menerbitkan buku yang ditulis oleh Kyai pondok tentunya menjadi sesuatu yang menggembirakan dalam hal marketing dan penjualan. “Nama besar” kyai telah menjadi daya tarik tersendiri bagi santri selaku ‘calon pembeli wajib’ buku tersebut. Selain itu, masyarakat yang antusias mengikuti pengajian-pengajian yang diadakan kyai tersebut juga akan menjadi pembaca setia tulisan-tulisan tokoh yang dikaguminya. Sekali lagi saya hanya mampu untuk mengatakan bahwa bisnis dunia tulis-menulis di kalangan pesantren sangat menggiurkan.

*****

Menulis dalam tradisi pesantren mungkin telah kalah jauh dengan menghafal atau membaca apalagi berbicara. Para santri, setidaknya yang pernah saya alami, lebih dirangsang untuk mampu menghafal bait-bait nadzom atau syair-syair arab ketimbang menuliskan syarahnya dalam bentuk artikel atau buku. Para santri, juga yang saya alami, lebih dirangsang untuk pandai berdakwah bil lisan ketimbang dakwah bil qolam. Para santri lebih dirangsang untuk pandai membaca kitab-kitab turats ketimbang menuliskan pendapatnya tentang kitab-kitab tersebut.

Namun demikian, sebagaimana sering kita dengar, tidak ada kata terlambat untuk membawa perubahan yang berarti bagi pesantren. Sebagaimana yang ditulis Pak Bambang yang saya kutip diawal tulisan ini, dengan membawa angin kepenulisan ke dalam dunia pesantren, setidaknya kita telah bertekad untuk menciptakan para cendekia santri yang kelak akan sangat membantu pertumbuhan Indonesia.

Mari sejenak kita melihat ke dalam sejarah tulis-menulis yang terjadi pada masa kekhalifahan Bani Abbasiyyah. Khalifah al-Ma’mun adalah seorang khalifah yang juga ilmuwan yang rajin menulis buku, mengadakan diskusi ilmiah per minggu, memimpin seminar dan majelis ilmu. Yang paling fenomenal adalah ketika ia membangun Bait al-Hikmah sebagai pusat riset, perpustakaan dan penerjemahan.

Begitu pula dengan sejarah kepenulisan islam di Indonesia. Kita mempunyai Hamzah fansyuri, Nuruddin arraniri, Syamsuddin Sumatrani, Syekh Nawawi al-Bantani dan masih banyak lagi. Begitu pula dengan hamka. Dan terakhir, Prof. M. Quraish Shihab dapat kita katakan sebagai ulama yang produktif dalam menulis.

Memang sudah saatnya kita meniupkan angin kepenulisan dalam pesantren. Selain untuk, sebagaimana yang diucapkan oleh Sayyidina Ali Bin Abi Thalib, menjaga keilmuan yang kita miliki, dengan menulis, kita dapat berharap tradisi keilmuan yang ada dikalangan pesantren tidak hilang seiring dengan bertambahnya umur. Imam Bukhori dan Muslim meriwayatkan sebuah hadis, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengangkat ilmu dengan menghilangkan ilmu itu sendiri dari tengah-tengah manusia. Melainkan Allah akan mencabut nyawa para ulama. Ketika tidak ada lagi seorang ulama, manusia akan mengangkat pemimpinnya dari kalangan yang bodoh yang bila ditanya, mereka akan menjawab tanpa ilmu. Mereka itu sesat dan menyesatkan!”

Tibalah saatnya, kita selamatkan sejarah kita, sejarah pesantren kita, sejarah keilmuan kita, agama kita, dengan menulisnya. Kelak, kita dapat berharap, anak cucu kita dapat terjaga dari pemahaman yang salah dan keluar dari koridor keislaman, dengan tulisan-tulisan tersebut. Semoga!

5 komentar:

Bahauddin Amyasi mengatakan...

Wah, ini baru excellent santri. Dunia santri harus memiliki nilai tawar yang menjanjikan. Dan dalam konteks literasi, santri sejatinya harus memiliki kepekaan dan keahlian tersendiri, baik aspek orientasi, karakter tulisan, maupun aspek stilistika yang hendak dikembangkan..

Salam sukses selalu!

radinal mukhtar harahap mengatakan...

Iya mas.. klo bukan santri, siapa lagi? ayo.. be excellent santri..jadilah santri yang luar biasa..

Syukron..:D

Listya Triandari mengatakan...

Assalamualaikum..aaf mas,,saya bukanlah seorang santri yang berasal dari pesantren..apakah boleh saya juga ikut menuangkan tulisan saya

BE EXCELLENT SANTRI mengatakan...

Wassalamu'alaikum...

Kami dari administrator sangat senang sekali jika tulisan ini bermanfaat bagi semua kalangan, tidak hanya santri, sehingga mereka mau menuangkan tulisannya untuk berbagi bersama.

Kami tunggu tulisannya..:D

Anonim mengatakan...

Assallamualaikum mas. iya benar, dengan membaca tulisan anda di atas, kami jadi yakin. Bahwa,menuangkan pena ,berjuang untuk kemajuan serta kemaslatan masyarakat memang seperti menjadi tangguang jawab bersama. Tak hanya penulis termana atau para ulama terkenal saja, namun kita juga perlu andil di dalam nya.moga kita rubrik ini semakin banyak yang menggemarinya.

wassalam

Posting Komentar